Tunggu, tunggu sebentar, sahabatku.
Akan aku serahkan milikku yang tak berguna lagi ini,
Kala penderitaan meregang dan sia-sia
Menghabiskan kesabaranmu,
Aku belum memuaskan laparmu yang tulus.
Tunggulah sampai detik-detik ini.
Tapi rantai ini, walau terbuat dari nafas.
Sukar diputuskan.
Dan kehendak menjemput maut
Lebih kuat dari segala yang kuat,
Ditahan oleh hasrat untuk hidup
Yang lebih lentur dari segala yang lentur
Maafkan daku kawan, yang membuatmu
Terlalu lama menunggu
Kenangankulah yang menahan nyawaku;
Arak-arakan hari-hari dahulu
Citra dahulu yang berkembang dalam mimpi,
Wajah yang membujuk kelopak mataku agar berjaga,
Suara yang mengiang dalam telingaku
Tangan yang menyentuh tanganku
Maafkan daku karena menunggu terlalu lama
Dan sekarang lihatlah sudah, semua mengabur
Wajah, suara tangan dan kabut yang hadir di sini
Simpul terbuka
Tambang terputus
Mari, makanan dan minuman tidak tersingkirkan
Kemarilah kawanku yang lapar
Makanan telah disediakan
Dan santapan, secukupnya, serta cadangan
Disajikan dengan kasih sayang
Mari, patuhkan paruhmu disini, disisi kiri,
Patahkan sangkar bebaskan burung kecil ini
Sayapnya tak mampu mengepak lagi
Aku ingin ia membubung bersamamu keangkasa tinggi
Kini marilah kawanku, malam ini engkau kujamu
Wahai, tamuku yang terhormat
Saturday, 7 December 2013
Manusia Menjelang Ajal dan Burung Gagak
Unknown
No comments
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment